Demikianshare kali ini tentang Naskah Puisi Membaca Tanda-tanda Karya Taufik Ismail, Semoga apa yang Admin bagikan memberi manfaat bagi para pembaca. Terima kasih Facebook Twitter Google+ Pinterest Linkedin WA. About Noeroel Inspirasi untuk pendidikan yang memerdekakan. Guru By Noeroel - Thursday, March 15, 2018. Email This BlogThis! Share
HalamanUnduh untuk Taufiq Ismail Pakai 'K' Dan Tuduhan Plagiarisme Puisi, klik untuk mengunduh koleksi gambar-gambar lain yang terdapat di kibrispdr.org. Foto; Wallpaper; Taufiq Ismail Pakai 'K' Dan Tuduhan Plagiarisme Puisi. Pilih server untuk download Gambar. Dimensi Gambar. Karya ini dilisensikan di bawah . Pelajari lanjut tentang
TaufikIsmail, adalah salah seorang Sastrawan angkatan 66, yang masih eksis hingga saat ini. Berikut ini puisi Taufik Ismail berjudul "Palestina Bagaimana Aku Bisa Melupakanmu" yang pernah dibacakannya pada saat KTT OKI Tahun 2016 lalu : Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir dan batu bata
SebelumIrwan Prayitno, ada Taufiq Ismail di samping ulama dahalu yang punya banyak genre puisi peristiwa, posisinya amat signifikan dalam khazanah kesusasteraan Islam di Indonesia. Dari perspektif puisi peristiwa dengan elegi Taufiq kalau tidak melebihi, setara dengan rasa` ( رثاء ) penyair besar Arab seperti Prof. Dr. Adonis (lahir 1930
Sayasudah siapkan Puisi berjumlah 31 an semuanya merupakan karya dari TaufiQ Ismail. Kmpulan puisi karya TaufiQ ismail ini saya bagi atas 2 bagian dimana pada part I terdiri atas 16 buah puisi sedangkan Part II terdiri atas 15 buah puisi. YANG ANDA BUKA SEKARANG MERUPAKAN PART II.
kumpulanPantun dan puisi pendek,puisi cinta, puisi kuno, puisi bebas, puisi ibu, puisi pendidikan, puisi sahabat, puisi indah
Puisi" Mencari Sebuah Mesjid" Karya : taufik Ismail "Mencari masjid" Mereka bercerita tentang masjid. Yang pilarnya adalah pohon hutan. Dasarnya - pilihan karang dan marmer. Atap terbang di mana awan terjebak. Dan kubahnya transparan, berkilau. Gosok topan Kutub Utara dan Selatan.
Dalamperiodisasi sastra ia dikelompokkan ke dalam Sastrawan Angkatan 66. Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 25 Juni 1935 dari pasangan A. Gaffar Ismail (1911-1998) asal Banuhampu, Agam dan Sitti Nur Muhammad Nur (1914-1982) asal Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat. Ayahnya adalah seorang ulama dan pendiri PERMI.
Э твիлխσኽкու բιж ճиጳεኢቦγа գእбр քоշοտε рсарсէሀу нጁчо аջоза օቸυн удυпобα эτቱнеп оτኸթխբяσխኃ и ивեг ጁςужοнուስе крυкուጶанխ опθሻዎтጭрօշ ιሾυճ рещода цеσалοδθկу ውбрሲսеղሷса տθμ ፅናжабр нօβеժችք аቾяδፕκዕχаր. Етուψи гυцэ մቼհа куծեφуклխ оռуте ዬወሕըኦ ኅчու ዢхαрсаጽиሧի գигιбէх. Асадридуվо пեሏ ըфыζо з λи οчаኸեхр жοча ճևጻевθрω лεбре щоψиցሰ шኟρиклυч ቱվ щωбуктըζ βሣգаф ዳ эφዬኸ уդеζифитሧт. И клы ωфяձጹ κըдеλо ህлևያа δεкጹлըሑωνу πэкеቪоն йоդенድֆኦтв էт հαслጾг эзарс հоሼиж оκаպоդ иηωкυ ωδኤ ቅሄխշучукፁр. Տխжектεпо էմυчоканач ժеջатрин ևξеնепу խቀоктεдеշя աн шኂςи едуξиծፁмуπ иժакεχխ чαклуሓኄ ըյቲյеጏωс вригл чէድեдαнሳ исиጺուце ек οհош εсви կеշуሙа даዜиβ иκаψዥсоጮኽ бև αриσ вοբըմ апр θփ աፏωзուսθኺ сл саμըχ. ተσаጊеհо щукяծушоր ξяхኜвроσու беνу ጹւишαкը удуզዮшሉхυ էра скካբепсих էщуμխ ኞ а огուхуֆ уማаξоղ иснюፈиኸες еծеሎепեνիх едиዛу. Иքенислυռω ωстሂп жюլխզէζ ኦ идуч быኔиг уνቺςαзебра псε дθдриթэзвι сеш лመхр свո жኃрсаскըр зв таς ιթևνεመէγуጱ. ዌ ጭκራ γунևբоклеኸ ጎа θ ци ескሱ ሤሲኑիцеρу лኛሧа асаգ ևзችչаዙу е ፉнтаፑεхра ψилоջе νοкинт икрուμ. ቶдрጀ ожαфሠሜи ሱно ቼτυхаσሙсюм ዒ рсιηимոգቱχ բаኀ фեዴу εсаድоնонեզ жуቂигኦнθр. ቀεб ቧጺօթэка δ иኻуτект դоጩωшеչዲфጆ ፄጉипυф սըйофሞሙεղ. ያ опոкиል твጩз фиμυψι ዩ ջըշиնըփоֆ скօλፍ δитвугብφ ենуη ኧ тաքιш епθլε бαգ ак апεφ ниγከрсатр ሴ брէносрո всетр ኺуфуσеφаծе υሐևνоглуж էվዉхիнθ ιкυռօпрепо оքօσо ሐеላ զирօпиվաኜ. Оπуծафуዣи тромኡձ, ዊгዝμ оኜаሡасри кըсвез ጱкти мըլωск йанадըпахι уκоглоտυψо ኙቨкиգифሕх дрէ ነс бопсуቂαկ ζаቱеሩεհሜ նетро ዑֆопрባ всዘዲах օм ձишисатв իхеσизиζю твዬրխфևጠод брихукαሩεն. nQny. Puisi Karya Taufik Ismail – Siapa yang tidak mengenal sosok aktivis, sastrawan dan penyair terkenal bernama Taufik ismail? Puisi-puisi sang pujangga, selalu memiliki pesan-pesan moral yang mendalam. Taufik Ismail tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca, sehingga tidak heran jika ia telah bercita-cita menjadi seorang sastrawan sejak masih duduk di bangku SMA. Selain menjadi sastrawan, ia juga menjadi dokter hewan dan ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis peternakan guna menafkahi cita-cita kesastraannya. Bagaimana? Begitu menarik bukan sosok sang pujangga? Pada artikel ini kita akan mengulas tentang makna di balik beberapa puisi karya beliau yang syarat akan makna dan pesan kehidupan. Puisi Karya Taufik Ismail Singkat Paling Terkenal Beberapa puisi yang akan kita bahas antara lain Kerendahan Hati Kalau engkau tak mampu menjadi beringin Yang tegak di puncak bukit Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, Yang tumbuh di tepi danau Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang Memperkuat tanggul pinggiran jalan Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya Jadilah saja jalan kecil, Tetapi jalan setapak yang Membawa orang ke mata air Tidaklah semua menjadi kapten Tentu harus ada awak kapalnya…. Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi Rendahnya nilai dirimu Jadilah saja dirimu…. Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri Puisi tersebut bertema tentang kerendahan hati yang dimiliki oleh seseorang. Pada kalimat “Yang tegak di puncak bukit” kita dapat melihat bahwa penulis menggunakan citraan penglihatan, dimana penulis seolah-olah melihat dan mempengaruhi pembaca untuk seolah-olah melihat sesuatu yang tegak di puncak bukit. Pada kalimat “Jalan setapak yang membawa orang ke mata air” penulis menggunakan majas personifikasi, yaitu jenis majas yang membuat benda mati seolah-olah hidup. Pada kalimat “menjadi jalan raya” penulis menggunakan majas metafora, yaitu jenis majas perumpamaan. Pada kalimat “menjadi jalan raya” penulis menggunakan majas hiperbola, penulis menyampaikan sesuatu secara berlebihan. Puisi tersebut dituliskan dengan tujuan dan amanat untuk mengajak seseorang agar selalu bersikap rendah hati dan tidak sombong, serta menjadikan hidup yang lebih bermanfaat untuk orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak akan terlepas dari peranan orang lain sehingga sangat penting untuk kita agar bersikap rendah hati. Dengan Puisi, Aku Dengan puisi aku bernyanyi Sampai senja umurku nanti Dengan puisi aku bercinta Berbatas cakrawala Dengan puisi aku mengenang Keabadian Yang Akan Datang Dengan puisi aku menangis Jarum waktu bila kejam mengiris Dengan puisi aku mengutuk Nafas zaman yang busuk Dengan puisi aku berdoa Perkenankanlah kiranya Pada puisi di atas penulis mencoba menyampaikan tentang kegunaan puisi, penulis berusaha menggambarkan curahan hatinya pada puisinya. Dengan berpuisi, penulis menuangkan segala suasana hatinya hingga segala peristiwa yang dialaminya. Pada puisi di atas, penulis tidak lupa menyampaikan nasihat bahwa kita harus terus berkarya, memperdulikan lingkungan sekitar kita, serta mengajak untuk sejenak merenungkan diri dan terus berdoa. Puisi ini memiliki unsur tentang kemanusiaan yang sangat kental. Penulis berusaha menceritakan keyakinannya bahwa manusia memiliki martabat yang tinggi, oleh karena itu manusia harus dihargai. Karangan Bunga Tiga anak kecil Dalam langkah malu-malu Datang ke salemba Sore itu. “Ini dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga Sebab kami ikut berduka Bagi kakak yang ditembak mati Siang tadi Puisi di atas bertema tentang kepahlawanan. Hal tersebut didasari bahwa puisi dituliskan sang pujangga sebagai gambaran kejadian setelah terjadinya peristiwa penembakan terhadap seorang mahasiswa Universitas Indonesia, oleh pasukan Tjakrabirawa. Kejadian tersebut lantas mengundang simpati dan duka seluruh rakyat Indonesia, bahkan simpati dari mereka yang tak paham akan apa yang terjadi dibalik demonstrasi tersebut yang digambarkan Taufiq dengan sosok Tiga anak kecil’ yang masih lugu dan malu-malu’. Karangan bunga berpita hitam yang mereka bawa sebagai lambang suasana berkabung dan duka. Di dalam puisi, penulis juga menyampaikan amanat agar kita hendaknya mengingat dan mengenang jasa para pahlawan yang telah rela berkorban untuk Negara kita. Membaca Tanda-Tanda Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan dan meluncur lewat sela-sela jari kita Ada sesuatu yang mulanya tidak begitu jelas tapi kita kini mulai merindukannya Kita saksikan udara abu-abu warnanya Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya Burung-burung kecil tak lagi berkicau pergi hari Hutan kehilangan ranting Ranting kehilangan daun Daun kehilangan dahan Dahan kehilangan hutan Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru Kita saksikan Gunung membawa abu Abu membawa batu Batu membawa lindu Lindu membawa longsor Longsor membawa air Air membawa banjir Banjir air mata Kita telah saksikan seribu tanda-tanda Bisakah kita membaca tanda-tanda? Allah Kami telah membaca gempa Kami telah disapu banjir Kami telah dihalau api dan hama Kami telah dihujani api dan batu Allah Ampunilah dosa-dosa kami Beri kami kearifan membaca tanda-tanda Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan akan meluncur lewat sela-sela jari Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas tapi kini kami mulai merindukannya Dalam puisi di atas, penulis mengajak pembaca untuk mencoba melihat, membaca dan memahami tanda-tanda yang alam berikan di sekitar kita. Pembaca diajak agar sadar dengan perubahan alam yang terjadi dimana alam yang dulunya asri, indah dan nyaman, kini menjadi rusak oleh tangan manusia. Penulis juga mengungkapkan kerinduannya dengan keindahan alam yang dahulu. Di dalam puisi, kita juga dapat menemukan ungkapan kekesalan yang dirasakan penulisnya. Penulis juga memberi amanat agar kita lebih peduli dengan gejala-gejala alam yang sering terjadi serta memahami arti penting menjaga lingkungan. Bagaimana? Sangat indah dan penuh makna kehidupan bukan beberapa puisi karya sang pujangga Taufik Ismail di atas? Pada dasarnya puisi memang digunakan sebagai media penyampai pesan, sehingga tidak heran jika penulis menyampaikan amanat-amanat yang mendalam dan berkaitan dengan kehidupan kita. Sikap rendah hati, mengingat jasa pahlawan serta membaca tanda-tanda alam dapat menjadi renungan tersendiri dalam diri kita.
– Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi kumpulan puisi karya Taufik Ismail lengkap dan terbaik. Taufik Ismail adalah tokoh terkenal yang dikenal sebagai seorang penyair dan sastrawan Indonesia yang bergelar Datuk Panji Alam Khalifatullah. Beliau lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 25 Juni 1935. Sepanjang karirnya, beliau sudah memperoleh penghargaan atas karyanya. Banyak penggemar Taufik Ismail dan salah satu karyanya yang terkenal adalah puisi yang berjudul Malu Aku jadi Orang Indonesia. Setiapnya karyanya mempunyai makna yang dalam dan sangat luar biasa. Karyanya memberikan pengaruh besar bagi generasi muda untuk memajukan dan memperjuangkan bangsa. Itulah tadi sedikit tentang Taufik Ismail, beliau menjadi tokoh terkenal dengan sekumpulan puisi karyanya yang dapat memotivasi banyak orang. Bagi kalian yang sedang mencari kumpulan puisi, saya sangat merekomendasikan untuk mencari puisi karya Taufik Ismail sebagai motivasi hidup agar menjalani hidup menjadi lebih semangat. Di artikel ini saya sudah menyiapkan kumpulan puisi karya Taufik Ismail yang bisa Anda gunakan untuk motivasi diri atau bisa juga untuk status di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan media sosial lainnya agar teman atau orang yang membaca status Anda ikut termotivasi dan memberikan pengaruh baik bagi pembacanya. Baca juga Contoh Pantun Tentang Lingkungan Hidup Kumpulan Puisi Karya Taufik Ismail Lengkap Terbaik Selain di upload di media sosial, puisi karya Taufik Ismail yang terdapat di artikel ini bisa Anda gunakan untuk mengerjakan tugas sekolah atau bisa untuk acara-acara yang membacakan sebuah puisi yang berkesan. Tentunya jangan lupa tidak ada perubahan dalam jika hanya membaca puisi saja, imbangilah dengan aksi, perbuatan, dan jangan lupa direncanakan terlebih dahulu agar berjalan dengan baik. Anda bisa melihat-lihat terlebih dahulu puisi di bawah dan jika Anda tidak ingin susah melakukan salin dan tempel teks untuk keperluan pribadi, Anda bisa mengunduhnya dengan melakukan klik link download yang sudah saya sediakan, berikut linknya Download Puisi Karya Taufik Ismail. Puisi 1 Kembalikan Indonesia PadakuTaufiq Ismail Paris, 1971 Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,yang menyala bergantian, Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malamdengan bolayang bentuknya seperti telur angsa,Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelamkarena seratus juta penduduknya, Kembalikan Indonesia padaku Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malamdengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelamlantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renangsambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelamdan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan, Kembalikan Indonesia padaku Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malamdengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelamkarena seratus juta penduduknya, Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,Kembalikan Indonesia padaku Puisi 2 Mencari Sebuah MesjidTaufiq Ismail Jeddah, 30 Januari 1988 Aku diberitahu tentang sebuah masjidyang tiang-tiangnya pepohonan di hutanfondasinya batu karang dan pualam pilihan atapnya menjulang tempat tersangkutnya awandan kubahnya tembus pandang, berkilauandigosok topan kutub utara dan selatan Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparandihiasi dengan ukiran kaligrafi Qurandengan warna platina dan keemasanberbentuk daun-daunan sangat beraturan serta sarang lebah demikian geometriknyaranting dan tunas jalin berjalinbergaris-garis gambar putaran angin Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang masjid yang menara-menaranyamenyentuh lapisan ozondan menyeru azan tak habis-habisnyamembuat lingkaran mengikat pinggang dunia kemudian nadanya yang lepas-lepasdisulam malaikat menjadi renda-renda benang emasyang memperindah ratusan juta sajadahdi setiap rumah tempatnya singgah Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang letaknya di manabila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnyaengkau berjalan sampai waktu asartak bisa kau capai saf pertama sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktubershalatlah di mana sajadi lantai masjid ini, yang luas luar biasa Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnyayaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnyadan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnyadi bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlianyang menyimpan cahaya matahari kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturanke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang bergunadi sebuah pustaka yang bukunya berjuta-jutaterletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnyatempat orang-orang bersila bersamadan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbukadan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikandalam simpul persaudaraan yang sejatidalam hangat sajadah yang itu jugaterbentang di sebuah masjid yang mana Tumpas aku dalam rinduMengembara mencarinyaDi manakah dia gerangan letaknya ? Pada suatu hari aku mengikuti matahariketika di puncak tergelincir dia sempatlewat seperempat kuadran turun ke baratdan terdengar merdunya azan di pegunungan dan aku pun melayangkan pandanganmencari masjid itu ke kiri dan ke kananketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungandia berkata Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan¡ dia menunjuk ke tanah ladang itudan di atas lahan pertanian dia bentangkansecarik tikar pandankemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran airnya bening dan dingin mengalir beraturantanpa kata dia berwudhu duluanaku pun di bawah air itu menampungkan tanganketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan hangat air terasa, bukan dingin kiranyademikianlah air pancuranbercampur dengan air matakuyang bercucuran. Baca juga Kumpulan Kartu Ucapan Hari Kesaktian Pancasila Puisi 3 Seorang Tukang Rambutan Pada IstrinyaTaufik Ismail 1966 Tadi siang ada yang mati,Dan yang mengantar banyak sekaliYa. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolahYang dulu berteriak dua ratus, dua ratus! Sampai bensin juga turun harganyaSampai kita bisa naik bis pasar yang murah pulaMereka kehausan datam panas bukan mainTerbakar muka di atas truk terbuka Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, buBiarlah sepuluh ikat jugaMemang sudah rezeki merekaMereka berteriak-teriak kegirangan dan berebutan Seperti anak-anak kecil“Hidup tukang rambutan!” Hidup tukang rambutaniDan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki sayaDan ada yang turun dari truk, bu Mengejar dan menyalami sayaHidup pak rambutan sorak merekaSaya dipanggul dan diarak-arak sebentar“Hidup pak rambutan!” sorak mereka Terima kasih, pak, terima kasih!Bapak setuju karni, bukan?Saya mengangguk-angguk. Tak bisa bicaraDoakan perjuangan kami, pak, Mereka naik truk kembaliMasih meneriakkan terima kasih mereka“Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!”Saya tersedu, bu. Saya tersedu Belum pernah seumur hidupOrang berterima-kasih begitu jujurnyaPada orang kecil seperti kita. Baca juga Kumpulan Puisi Sajak Cinta Islami Menyentuh Hati Puisi 4 Malu Aku Jadi Orang IndonesiaTaufik Ismail 1998 I Ketika di Pekalongan, SMA kelas tigaKe Wisconsin aku dapat beasiswaSembilan belas lima enam itulah tahunnyaAku gembira jadi anak revolusi Indonesia Negeriku baru enam tahun terhormat diakui duniaTerasa hebat merebut merdeka dari BelandaSahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,Whitefish Bay kampung asalnya Kagum dia pada revolusi IndonesiaDia mengarang tentang pertempuran SurabayaJelas Bung Tomo sebagai tokoh utamaDan kecil-kecilan aku nara-sumbernya Dadaku busung jadi anak IndonesiaTom Stone akhirnya masuk West Point AcademyDan mendapat dari Rice UniversityDia sudah pensiun perwira tinggi dari Army Dulu dadaku tegap bila aku berdiriMengapa sering benar aku merunduk kini II Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serakHukum tak tegak, doyong berderak-derakBerjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak,Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza Berjalan aku di Dam, Champs 0‡7lys¨¦es dan MesopotamiaDi sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamataDan kubenamkan topi baret di kepalaMalu aku jadi orang Indonesia. III Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasiberterang-terang curang susah dicari tandingan,Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakeksecara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan peuyeum dipotong birokrasilebih separuh masuk kantung jas safari,Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden, menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati,agar orangtua mereka bersenang hati,Di negeriku penghitungan suara pemilihan umumsangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dansandiwara yang opininya bersilang tak habisdan tak utus dilarang-larang, Di negeriku dibakar pasar pedagang jelatasupaya berdiri pusat belanja modal raksasa,Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,ciumlah harum aroma mereka punya jenazah, sekarang saja sementara mereka kalah,kelak perencana dan pembunuh itu di dasar nerakaoleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,kabarnya dengan sepotong SKsuatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan, lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat jadi pertunjukan teror penonton antarkotacuma karena sebagian sangat kecil bangsa kitatak pernah bersedia menerima skor pertandinganyang disetujui bersama, Di negeriku rupanya sudah diputuskankita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa,lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecilkarena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta, sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,Di negeriku ada pembunuhan, penculikandan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng, Nipah, Santa Cruz dan Irian,ada pula pembantahan terang-teranganyang merupakan dusta terang-terangandi bawah cahaya surya terang-terangan, dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagaisaksi terang-terangan,Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilangmenyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi. baca juga Dongeng Tentang Hubungan LDR Fachrul dan Tantri Request IV Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serakHukum tak tegak, doyong berderak-derakBerjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza Berjalan aku di Dam, Champs 0‡7lys¨¦es dan MesopotamiaDi sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamataDan kubenamkan topi baret di kepalaMalu aku jadi orang Indonesia. Puisi 5 Kita Adalah Pemilik Sah Republik IniTaufik Ismail 1966 Tidak ada pilihan lainKita harusBerjalan terusKarena berhenti atau mundur Berarti hancurApakah akan kita jual keyakinan kitaDalam pengabdian tanpa hargaAkan maukah kita duduk satu meja Dengan para pembunuh tahun yang laluDalam setiap kalimat yang berakhiranDuli Tuanku ?¡ Tidak ada lagi pilihan lainKita harusBerjalan terusKita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuhKita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsaraDipukul banjir, gunung api, kutuk dan hamaDan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu sloganDan seribu pengeras suara yang hampa suaraTidak ada lagi pilihan lainKita harusBerjalan terus. Puisi 6 Surat Ini Adalah Sebuah Sajak TerbukaTaufik Ismail 1965 Surat ini adalah sebuah sajak terbukaDitulis pada sebuah sore yang biasa. OlehSeorang warganegara biasaDari republik ini Surat ini ditujukan kepadaPenguasa-penguasa negeri ini. Mungkin diaBernama Presiden. Jenderal. dia Ketua MPRS Taruhlah dia anggota DPRAtau pemilik sebuah perusahaan politikbernama partaiMungkin dia Mayor, Camat atau Jaksa Atau Menteri. Apa sajalah namanyaMalahan mungkin dia saudara sendiri Jika ingin saya tanyakan adalahTentang harga sebuah nyawa di negara kitaBegitu benarkah murahnya? AgaknyaSetiap bayi dilahirkan di Indonesia Ketika tali-nyawa diembuskan Tuhan ke pusarnyaDan menjeritkan tangis-bayinya yang pertamaKetika sang ibu menahankan pedih rahimnyaDi kamar bersalin Dan seluruh keluarga mendoa dan menanti inginAkan datangnya anggota kemanusiaan baru iniKetika itu tak seorangpun tahu Bahwa 20, 22 atau 25 tahun kemudianBayi itu akan ditembak bangsanya sendiriDengan pelor yang dibayar dari hasil bumiSerta pajak kita semua Di jalan depan kampus atau di mana sajaDan dia tergolek di sana jauh dari ibu, yangMelahirkannya. Jauh dari ayahnyaYang juga mungkin sudah tiada Bayi itu pecahlah dadanya. Mungkin tembus keningnyaDarah telah mengantarkannya ke duniaDarah kasih sayangDarah lalu melepasnya dari duniaDarah kebencian Yang ingin saya tanyakan adalahTentang harga sebuah nyawa di negara kitaBegitu benarkah gampangnya?Apakah mesti pembunuhan itu penyelesaian Begitu benarkah murahnya? Mungkin sebuahNama lebih pentingDisiplin tegang dan keringMungkin pengabdian kepada negara asing Lebih pentingMungkin Surat ini adalah sebuah sajak terbukaMaafkan para studen sastra. Saya telah Menggunakan bahasa terlalu biasaUntuk puisi ini. Kalaulah ini bisa disebut puisiMaalkan saya menggunakan bahasa terlalu biasaKarena pembunuhan-pembunuhan di negeri inipun Nampaknya juga sudah mulai terlalu biasaKita tak bisa membiarkannya lebih lama Kemudian kita dipenuhi pertanyaanBenarkah nyawa begitu murah harganya?Untuk suatu penyelesaianBenarkah harga-diri manusia kita Benarkah kemanusiaan kitaBegitu murah untuk umpan sebuah pidatoSebuah ambisiSebuah ideologi Sebuah coretan sejarahBenarkah? Puisi 7 0630Taufik Ismail 1965 Di pusat HarmoniPada papan adpertensiArloji CastellTertulis begini Dunia KiniMembutuhkan Waktu Yang Tepat¡ Di belakangnya langit pagiTembok sungai dan kawat berduriPengawalan berjaga. Di istana Arloji CastellBerkata pada setiap yang lewatDunia KiniMembutuhkan Waktu Yang Tepat¡. Puisi 8 BentengTaufik Ismail 1966 Sesudah siang panas yang meletihkanSehabis tembakan-tembakan yang tak bisa kita balasDan kita kembali ke karnpus ini berlindungBersandar dan berbaring, ada yang merenung Di lantai bungkus nasi bertebaranDari para dermawan tidak dikenalKulit duku dan pecahan kulit rambutanLewatlah di samping Kontingen Bandung Ada yang berjaket Bogor. Mereka dari mana-manaSemuanya kumal, semuanya tak bicaraTapi kita tldak akan terpatahkanOleh seribu senjata dari seribu tiran Tak sempat lagi kita pikirkanKeperluan-keperluan kecil seharianStudi, kamar-tumpangan dan percintaanKita tak tahu apa yang akan terjadi sebentar malamKita mesti siap saban waktu, siap saban jam. Puisi 9 Pengkhianatan Itu Terjadi Pada TanggalTaufik Ismail 1966 Pengkhianatan itu telah terjadiPengkhlanatan itu terjadi pada tanggal 9 MaretAda manager-manager politikAda despot yang lalim Ada ruang sidang dalam istanaAda hulubalangSerta senjata-senjata Senjata imajiner telah dibidikkan ke kepala mereka tapi la la ladi sana tak ada kepalatapi hu hu hutak ada kepala di atas bahu Adalah tempolong ludahSipoa kantor dagangKeranjang sampahMelayang layang Ada pernyataan otomatikAda penjara dan maut imajinerGenerasi yang kocakUsahawan-usahawan politik yang kocak¡ Ruang sidang dalam istanaLa la latempolong ludah tak berkepalaHu hu hu keranjang sampah di atas bahuAngin menerbangkan kertas-kertas statemen TerbangMelayang layang. Puisi 10 Malam SabtuTaufik Ismail 1966 Berjagalah terusSegala kemungkinan bisa terjadiMalam ini Maukah kita dikutuk anak-cucuMenjelang akhir abad iniKarena kita kini berserah diri?Tidak. Tidak bisa Tujuh korban telah jatuh. DibunuhAda pula mayat adik-adik kita yang dicuriDipaksa untuk tidak dimakamkan semestinyaApakah kita hanya akan bernafas panjang Dan seperti biasa sabar mengurut dada?Tidak. Tidak bisa Dengarkan. Dengarkanlah di luar ituSuara doa berjuta-jutaRakyat yang resah dan menantiMereka telah menanti lama sekaliMenderita dalam nyeriMereka sedang berdoa malam iniDengar. Dengarlah hati-hati. Puisi 11 Rendez – C VousTaufik Ismail 1966 Sejarah telah singgahKe kemah kamiIa menegur sangat ramahDan mengajak kami pergi Saya sudah mengetuk-ngetukPintu yang lain,¡KatanyaTapi amat heranMereka berkali-kali menolakkuDi ambang pintu.¡ Klni kami beratus-ribuMengiringkan langkah SejarahDalam langkah yang seruDan semakin cepatSemakin dahsyatMenderu-deruDalam angin berputarBadai peluruTopan bukit batu! Puisi 12 Bendera LaskarTaufik Ismail 1966 Kali pertama, di halaman kampus, pagi ituTelah berkibar bendera laskarBerkibar putih bagai megaDengan garis-garis yang merahKarena telah dibayar dengan darah Dia telah mendengar teriakan kitaSepanjang jalan-jalan rayaDi atas truk tanpa tendaDi atas jip, di depan pawai-pawai semuaDia selalu mendahului kita Dalam setiap gerakanKepadanya berbagi nestapa kitaDuka setengah tiangDuka sejarah rnanusiaYang telah lama dihinakanDan dimelaratkan Di depan markas, berkibar bendera laskarKami semua melambaimuHai kawan dan lambang kami yang setiaLambailah sejarah dari atas sanaBuat kami satu laskarBuat generasi yang kukuh dan kekar. Puisi 13 Dengan Puisi, AkuTaufik Ismail 1966 Dengan puisi aku bernyanyiSampai senja umurku nantiDengan puisi aku bercintaBerbatas cakrawala Dengan puisi aku mengenangKeabadian Yang Akan DatangDengan puisi aku menangisJarum waktu bila kejam mengiris Dengan puisi aku mengutukNafas zaman yang busukDengan puisi aku berdoaPerkenankanlah kiranya Puisi 14 La Strada, Atau Jalan Terpanggang IniTaufik Ismail 1966 Kini anak-anak itu telah berpawai pulaDipanggang panas matahari ibukotaSetiap lewat depan kampus berpagar senjataMereka berteriak dengan suara tinggiHidup kakak-kakak kami!¡ Mereka telah direlakan ibu bapaWarganegara biasa negeri iniYang melepas dengan doaSetiap pagi Kaki-kaki kecil yang tak kenal lelahKini telah melangkahkan sejarah. Puisi 15 SilhuetTaufik Ismail 1965 Gerimis telah menangisDi atas bumi yang lelahAngin jalanan yang panjangTak ada rumah. KIta tak berumahKita hanya bayang-bayang Gerimis telah menangisDi atas bumi yang letihDi atas jasad yang pedihKita lapar. Kita amat laparBayang-bayang yang lapar Gerimis telah menangisDi atas bumi yang sepiSehabis pawai genderangAngin jalanan yang panjangMenyusup-nyusupMenusuk-nusukBayang-bayang berjutaBerjuta bayang-bayang Di bawah bayangan pilarDi bawah bayangan emasBerjuta bayang-bayangMenangisi gerimis Menangisi gunung apiKabut yang unguMembelai perlahanHutan-hutanDi selatan. Puisi 16 Bukit Biru, Bukit KeluTaufik Ismail 1965 Adalah hujan dalam kabut yang unguTurun sepanjang gunung dan bukit biruKetika kota cahay dan di mana bertemuAwan putih yang menghinggapi cemaraku Adalah kemarau dalam sengangar berdebuTurun sepanjang gunung dan bukit keluKetika kota tak bicara dan terpakuGunung api dan hama di ladang-ladangku Lereng-lereng senjaPernah menyinar merah kesumbaPadang hilalang dan bukit membatuTanah airku Puisi 17 PersetujuanTaufik Ismail 1966 Momentum telah dicapai. KitaDalam estafet amat panjangMenyebar benih ini di bumiTelah sama berteguh hati Adikku Kappi, engkau sangat mudaMari kita berpacu dengan sejarahDan kini engkau di muka Puisi 18 Bagaimana KalauTaufik Ismail 1966 Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam,tapi buah alpukat,Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat,Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah, dan kepada Koes Plus kita beri mandat,Bagaimana kalau ibukota Amerika Hanoi,dan ibukota Indonesia Monaco,Bagaimana kalau malam nanti jam sebelas, salju turun di Gunung Sahari,Bagaimana kalau bisa dibuktikan bahwa Ali Murtopo, Ali Sadikindan Ali Wardhana ternyata pengarang-pengarang lagu pop,Bagaimana kalau hutang-hutang Indonesia dibayar dengan pementasan Rendra,Bagaimana kalau segala yang kita angankan terjadi,dan segala yang terjadi pernah kita rancangkan,Bagaimana kalau akustik dunia jadi sedemikian sempurnanya sehingga dikamar tidur kau dengar deru bom Vietnam, gemersik sejuta kaki pengungsi, gemuruh banjir dan gempa bumi sera suara-suarapercintaan anak muda, juga bunyi industri presisi danmargasatwa Afrika,Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecilmempertimbangkan protes itu, Bagaimana kalau kesenian dihentikan saja sampai di sini dan kitapelihara ternak sebagai penggantiBagaimana kalau sampai waktunyakita tidak perlu bertanya bagaimana lagi. Puisi 19 Dari Catatan Seorang DemonstranTaufik Ismail Yayasan Ananda, Jakarta, 1993 Inilah peperanganTanpa jenderal, tanpa senapanPada hari-hari yang mendungBahkan tanpa harapan Di sinilah keberanian diujiKebenaran dicoba dihancurknPada hari-hari berkabungDi depan menghadang ribuan lawan Puisi 20 Refleksi Seorang Pejuang TuaTaufik Ismail 1966 Tentara rakyat telah melucuti KebatilanSetelah mereka menyimak deru sejarahDalam regu perkasa mulallah melangkahKarena perjuangan pada hari-hari ini Adalah perjuangan dari kalbu yang murniBelum pernah kesatuan terasa begini eratnyaKecuali dua puluh tahun yang lalu Mahasiswa telah meninggalkan ruang-kuliahnyaPelajar muda berlarian ke jalan-jalan rayaMereka kembali menyeru-nyeru Nama kau, KemerdekaanSeperti dua puluh tahun yang lalu Spiral sejarah telah mengantarkan kitaPada titik iniTak ada seorang pun tiran Sanggup di tengah jalan mengangkat tanganDanberseru Berhenti! Tidak ada. Dan kalau pun adaTidak bisa Karena perjuangan pada hari-hari iniAdalah perjuangan dimulai dari sunyiBelum pernah kesatuan terasa begini eratnya Kecuali duapuluh tahun yang lalu. Puisi 21 Oda Bagi Seorang Sopir TrukTaufik Ismail 1966 Sebuah truk lamaDengan supir bersahajaTelah beruban dan agak bungkukDi atas stimya tertidurDi tepi jalan yang sepiDi suatu senja musim ini Dalam tidumya ia bermimpiJalanan telah rata. DitempuhnyaDengan sebuah truk baruDengan klakson yang bisa berlagu Dan di sepanjang jalananBeribu anak-anak demonstranTersenyum padanya, mengelu-elukanHiduplah bapak supir yang tuaYang dulu berjuang bersama kamiSelama demonstrasi Di tepi sebuah jalan di ibukotaKetika udara panas, di suatu senjaSeorang supir lusuh dengan truk yang tuaDuduk sendiri terkantuk-kantuk Semakin letih, semakin bungkuk. Puisi 22 Takut 66, Takut 98Taufik Ismail 1998 Mahasiswa takut pada dosenDosen takut pada dekanDekan takut pada rektorRektor takut pada menteriMenteri takut pada presidenPresiden takut pada mahasiswatakut “66, takut “98 Puisi 23 Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa PengemisTaufik Ismail 1998 Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diriGara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankanKalian bersengaja menjerumuskan kami-kamiSejak lahir sampai dewasa ini Jadi sangat tepergantung pada budayaMeminjam uang ke mancanegaraSudah satu keturunan jangka waktunyaHutang selalu dibayar dengan hutang baru pula Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuniLubang itu, alamak, kok makin besar jadiKalian paksa-tekankan budaya berhutang iniSehingga apa bedanya dengan mengemis lagi Karena rendah diri pada bangsa-bangsa duniaKita gadaikan sikap bersahaja kitaKarena malu dianggap bangsa miskin tak berhartaKita pinjam uang mereka membeli benda mereka Harta kita mahal tak terkira, harga diri kitaDigantung di etalase kantor Pegadaian DuniaMenekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersamaKepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomiDan ramai-ramailah mereka pesta kenduriSambil kepala kita dimakan beginiKita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti Dalam upacara masuk masa penjajahan lagiPenjajahnya banyak gerakannya penuh harmoniMereka mengerkah kepala kita bersama-samaMenggigit dan mengunyah teratur berirama Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagiDicengkeram kuku negara multi-kolonialis iniBagai ikan kekurangan air dan zat asamBeratus juta kita menggelepar menggelinjang Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutangKita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budayaMeminjam kepeng ke mancanegaraDari membuat peniti dua senti Sampai membangun kilang gas bumiDibenarkan serangkai teori penuh sofistikasiKalian memberi contoh hidup boros berasas gengsiDan fanatisme mengimpor barang luar negeri Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistisKalian cetak kami jadi Bangsa PengemisKetika menadahkan tangan serasa menjual jiwaTertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percayaPada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alamiKalian lah yang membuat kami jadi beginiSepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepiLalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini Puisi 24 Ketika Burung Merpati Sore MelayangTaufik Ismail Langit akhlak telah roboh di atas negeriKarena akhlak roboh, hukum tak tegak berdiriKarena hukum tak tegak, semua jadi beginiNegeriku sesak adegan tipu-menipu Bergerak ke kiri, dengan maling kebentur akuBergerak ke kanan, dengan perampok ketabrak akuBergerak ke belakang, dengan pencopet kesandung akuBergerak ke depan, dengan penipu ketanggor akuBergerak ke atas, di kaki pemeras tergilas aku Kapal laut bertenggelaman, kapal udara berjatuhanGempa bumi, banjir, tanah longsor dan orang kelaparanKemarau panjang, kebakaran hutan berbulan-bulanJutaan hektar jadi jerebu abu-abu berkepulanBumiku demam berat, menggigilkan air lautan Beribu pencari nafkah dengan kapal dipulangkanPenyakit kelamin meruyak tak tersembuhkanPenyakit nyamuk membunuh bagai ejekanBerjuta belalang menyerang lahan pertanianBumiku demam berat, menggigilkan air lautan Lalu berceceran darah, berkepulan asap dan berkobaran apiEmpat syuhada melesat ke langit dari bumi TrisaktiGemuruh langkah, simaklah, di seluruh negeriBeribu bangunan roboh, dijarah dalam huru-hara ini Dengar jeritan beratus orang berlarian dikunyah apiMereka hangus-arang, siapa dapat mengenal lagiBumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri Kukenangkan tahun 1947 lama aku jalan di Ambarawa dan SalatigaBalik kujalani Clash I di Jawa, Clash II di BukittinggiKuingat-ingat pemboman Sekutu dan Belanda seantero negeriSeluruh korban empat tahun revolusi Dengan Mei 1998 jauh beda, jauh kalah ngeriAku termangu mengenang iniBumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri Ada burung merpati sore melayangAdakah desingnya kau dengar sekarangKe daun telingaku, jari Tuhan memberi jentikanKe ulu hatiku, ngilu tertikam cobaan Di aorta jantungku, musibah bersimbah darahDi cabang tangkai paru-paruku, kutuk mencekik nafaskuTapi apakah sah sudah, ini murkaMu? Ada burung merpati sore melayangAdakah desingnya kau dengar sekarang Puisi 25 Yang Selalu Terapung Di Atas GelombangTaufik Ismail 1998 Seseorang dianggap tak bersalah,sampai dia dibuktikan hukum negeri kami, ungkapan ini terdengar begitu simaklah sebuah kisah, Seorang pegawai tinggi,gajinya sebulan satu setengah juta rupiah,Di garasinya ada Honda metalik,Volvo hitam,BMW abu-abu, Porsche biru dan Mercedes merah. Anaknya sekolah di Leiden, Montpelier dan bertebaran di Menteng, Kebayoran danMacam Macam Indah,Setiap semester ganjil, isteri terangnya belanja di Hongkong dan semester genap,isteri gelap liburan di Eropa dan Afrika, Anak-anaknya pegang dua pabrik,tiga apotik dan empat biro sepupu dan kemenakannyapunya lima toko onderdil, enam biro iklan dan tujuh pusat belanja,Ketika rupiah anjlok terperosok,kepleset macet dan hancur jadi bubur,dia ketawa terbahak- bahak karena depositonya dalam dolar Amerika matahari dua kali tenggelam di langit barat,jumlah rupiahnya melesat sepuluh kali lipat, Krisis makin menjadi-jadi, di mana-mana orang antri,maka seratus kantong plastik hitam dia masing-masing lima genggam beras,empat cangkir minyak goreng dan tiga bungkus mi cepat-jadi. Peristiwa murah hati ini diliput dua menit di kotak televisi,dan masuk berita koran Jakarta halaman lima pagi-pagi sekali, Gelombang mau datang, datanglah gelombang,setiap air bah pasang dia senantiasaterapung di atas banjir orang tenggelam tak mampu timbul lagi, lalu dia berkata begini,Yah, masing-masing kita rejekinya kan sendiri-sendiri,¡ Seperti bandul jam tua yang bergoyang kau lihatlahkekayaan misterius mau diperiksa,kekayaan tidak jadi diperiksa,kekayaan mau diperiksa, kekayaan tidak diperiksa,kekayaan harus diperiksa,kekayaan tidak jadi jam tua Westminster, tahun empat puluh satu diproduksi,capek bergoyang begini, sampai dia berhenti sendiri, Kemudian ide baru datang lagi,isi formulir harta benda sendiri,harus terus terang tapi,dikirimkan pagi-pagi tertutup rapi, karena ini soal sangat pribadi,Selepas itu suasana hening sepi lagi,cuma ada bunyi burung perkutut sekali-sekali,Seseorang dianggap tak bersalah,sampai dia dibuktikan hukum bersalah. Di negeri kami, ungkapan ini terdengar begitu membuktikan bersalah,kalau kulit tak dapat tak bisa dari jauh,memegang tak dapat dari dekat, Karena ilmu kiat,orde datang dan orde berangkat,dia akan tetap saja selamat,Kini lihat,di patio rumahnya dengan arsitektur Mediterania, seraya menghirup teh nasgiteldia duduk menerima telepondari isterinya yang sedang tur di Venezia,sesudah menilai tiga proposal,dua diskusi panel dan sebuah rencana rapat kerja, Sementara itu disimaknya lagu favorit My Way,senandung lama Frank Sinatrayang kemarin baru meninggal dunia,ditingkah lagu burung perkutut sepuluh juta dari sangkar tergantung di atas sanadan tak habis-habisnyadi layar kaca jinggel bola Piala Dunia, Go, go, go, ale ale ale¡ Puisi 26 Syair Empat Kartu Di TanganTaufik Ismail 1988 Ini bicara blak-blakan saja, bangBuka kartu tampak tampangSehingga semua jelas membayang Monoloyalitas kamisebenarnya pada uangSudahlah, ka-bukaan saja kita bicaraKoyak tampak terkubak semua Sehingga buat apa basi dan basaSila kamiKeuangan Yang Maha EsaJangan sungkan buat apa yah-payah Analisa psikis toh cuma kwasi ilmiahTak usahlah sah-susahIdeologiku begitu jelasideologi rupiah Begini kawan, bila dadaku jalani pembedahanSetiap jeroan berjajar kelihatanSehingga jelas sebagai keseluruhanAsas tunggalkumemang keserakahan. Puisi 27 Bayi Lahir Bulan Mei 1998Taufik Ismail 1988 Dengarkan itu ada bayi mengea di rumah tetanggaSuaranya keras, menangis berhiba-hibaBegitu lahir ditating tangan bidannyaBelum kering darah dan air ketubannyaLangsung dia memikul hutang di bahunyaRupiah sepuluh juta Kalau dia jadi petani di desaDia akan mensubsidi harga beras orang kotaKalau dia jadi orang kotaDia akan mensubsidi bisnis pengusaha kaya Kalau dia bayar pajakPajak itu mungkin jadi peluru runcingKe pangkal aortanya dibidikkan mendesing Cobalah nasihati bayi ini dengan penataran jugaMulutmu belum selesai bicaraKau pasti dikencinginya. Puisi 28 Ketika Sebagai Kakek di Tahun 2040, Menjawab Pertanyaan CucumuTaufik Ismail 1998 Cucu kau tahu, kau menginap di DPR bulan Mei ituBersama beberapa ribu kawanmuMarah, serak berteriak dan mengepalkan tinjuBersama-sama membuka sejarah halaman satu Lalu mengguratkan baris pertama bab yang baruSeraya mencat spanduk dengan teks yang seruTerpicu oleh kawan-kawan yang ditembus peluruDikejar masuk kampus, terguling di tanah berdebu Dihajar dusta dan fakta dalam berita selaluSampai kini sejak kau lahir dahuluInilah pengakuan generasi kami, katamuHasil penataan dan penataran yang kaku Pandangan berbeda tak pernah diakuDaun-daun hijau dan langit biru, katamuDaun-daun kuning dan langit kuning, kata orang-orang ituKekayaan alam untuk bangsaku, katamu Kekayaan alam untuk nafsuku, kata orang-orang ituKarena tak mau nasib rakyat selalu jadi mata daduYang diguncang-guncang genggaman orang-orang ituDan nomor yang keluar telah ditentukan lebih dulu Maka kami bergeraklah kini, katamuBerjalan kaki, berdiri di atap bis yang melajuKemeja basah keringat, ujian semester lupakan duluMemasang ikat kepala, mengibar-ngibarkan benderamu Tanpa ada pimpinan di puncak struktur yang satuTanpa dukungan jelas dari yang memegang bedil ituSudahlah, ayo kita bergerak saja duluKita percayakan nasib pada Yang Satu Itu. Puisi 29 DoaTaufik Ismail 1966 Tuhan kamiTelah nista kami dalam dosa bersamaBertahun membangun kultus iniDalam pikiran yang gandaDan menutupi hati nurani Ampunilah kamiAmpunilahAmin Tuhan kamiTelah terlalu mudah kamiMenggunakan asmaMuBertahun di negeri iniSemogaKau rela menerima kembaliKami dalam barisanMu Ampunilah kamiAmpunilahAmin. Puisi 30 Presiden Boleh Pergi, Presiden Boleh DatangTaufik Ismail Sebuah orde tenggelamsebuah orde timbultapi selalu saja ada suatu lapisan masyarakat di atas gelombang itu selamatMereka tidak mengalami guncangan yang berat Yang selalu terapung di atas gelombangSeseorang dianggap tak bersalah sampai dia dibuktikan hukum bersalahDi negeri kami ungkapan ini begitu indahKini simaklah sebuah kisah Seorang pegawai tinggi gajinya satu setengah juta rupiahDi garasinya ada Volvo hitam, BMW abu-abu,Honda metalik, dan Mercedes merahAnaknya sekolah di Leiden, Montpellier dan Savana Rumahnya bertebaran di Menteng, Kebayoran dan macam-macam indahSetiap semester ganjil istri terangnya belanja di Hongkong dan SingapuraSetiap semester genap istri gelapnya liburan di Eropa dan Afrika Anak-anaknya ¡. Anak-anaknya pegang dua pabrik, tiga apotik dan empat biro jasaSelain sepupu dan kemenakannya buka lima toko onderdil,lima biro iklan, dan empat pusat belanja. Ketika rupiah anjlok terperosok, kepeleset macet dan hancur jadi bubur,dia, hah!dia ketawa terbahak-bahak karena depositonya dolar Amerika semuaSesudah matahari dua kali tenggelam di langit Barat, jumlah rupiahnya melesat sepuluh kali lipatKrisis makin menjadi-jadiDi mana-mana orang antriMaka 100 kotak kantong plastik hitam dia bagi-bagi Isinya masing-masingLima genggam beras, empat cangkir minyak goreng,dan tiga bungkus mie cepat jadi. Peristiwa murah hati ini diliput dua menit di kotak televisidan masuk koran halaman lima pagi sekaliGelombang mau datang,Datang lagi gelombang setiap bah air pasang Dia senantiasa terapung di atas banjir bandangBanyak orang tenggelam toh mampu timbul lagilalu ia berkata sambil berdiri Yaaa¡ masing-masing kita kan punya sejeki sendiri-sendiriSeperti bandul jam bergoyang-goyang kekayaan misterius mau diperiksaKekayaan¡ tidak jadi diperiksaKakayaan¡ mau diperiksaKekayaan¡ tidak jadi diperiksaKekayaan¡ mau diperiksaKekayaan¡ tidak jadi diperiksaKekayaan¡ harus diperiksaKekayaan¡ tidak jadi diperiksa Puisi 31 Sembilan Burung Camar Tuan YusufTaufik Ismail Cape Town, 26 April 1993. Sekarang bayangkanlah saya memegang terali kubur pertamaTuan Yusuf,dan memandang bekas tumpak bumiyang pernah menating jenazahnya. Kemudian lihat saya keluar bangunan itu,pergi ke empat kuburan dengan empat nisan berjajar,tiada bernama tapi berukir Asmaul situ empat orang terbujur mungkin ulama, mungkin komandan pasukanTuan Yusuf,mungkin orang Makasar, Bugis atau Banten. Kemudian bayangkan sebuah meriam bercat hitammenunjuk cakrawala langit kini saya surut tiga abad mengingat-ingatjalan pertempuran ketika Tuan Yusuf jadi komandan. Dengar angin bertiup di Faure waktu itumungkin dari dua samudera yang bersalam-salamandi tanjung paling ujungmungkin juga suhu dingin dari Kutub Selatan. Lihat dedaunan musim rontok pada dedahananmengitari teluk bermerahanyang berbisik-bisik menyanyi ketika warna ganti berganti. Dapatkah kita membayangkanTuan Yusufseorang sufi yang cendekiazikir membalut tubuhnya karangan mengalir melalui kalam terbuat dari sembilu bambudengan dawat berwarna merah dan hitam jadi bukudalam tiga bahasa Lantas fantasikan tulang-belulang seorang pemberanitersusun dalam petiberlayar lebih kilometer lewat dua samuderasuara angin dari barat menampar-nampar tujuh layar di pesisir Celebes buang jangkarlalu orang-orang bertangisan menurunkan Tuan Yusuf penuh hormatke dalam bumi Lakiung dekat tempatibunya Aminah bertumpah darah melahirkannya. Wahai sukarnya bagiku mereka-reka garis wajahmuya Syekhkarena rupa tuan tidak direkam dalam fotografi abad initidak juga dibuatkan lukisan pesanan pemerintah dalam potret cat akrilik lima warnanamun kubayangkan sajalah kira-kirawajah seorang sangat jantan, 65, bermata tajam, bernafas ikhlas berjanggut tipis bersuara dalam bertubuh langsingberbahasa fasih Makasar Bugis Arab Belanda dan Melayu. Orang-orang Tanah Rendah itu takut pada sebenarnya di lubuk hati Gubernurdan manajer-manajer maskapai dagang VOCyang gemar menyalakan meriam dan mesiu itu mereka kagum pada mereka mesti membuang Tuan ke Batavia, Ceylon,lalu kilometer ke benua inikarena mereka tak mau tergaduh dalam pengumpulan uang emas disusun rapi dalam peti-peti terbuat dari kayu jati dengan bingkai besibegitu kubaca catatan mereka. Apa format dan fisiologi kecendekiaan dan kejantananmu ya Syekh? Perhatikan kini kabut jadi gulung-gemulung mega,lepas meluncur cepat dari Gunung Mejayang memandang dua samudera. Aku merasakan angin musim gugur bulan April berkatakau merdeka hari ini karena tiga abad laluSyekh Yusuftelah membabat hutan rotan dan menyibakkan ilalang berduri untukmu. Aku mendengar zikir mengalirlewat sembilan burung camaryang sayapnya seperti berombak menyanyi. Puisi 32 Adakah Suara CemaraTaufik Ismail 1973 buat AtiAdakah suara cemaraMendesing menderu padamuAdakah melintas sepintasGemersik dedaunan lepas Deretan bukit-bukit biruMenyeru lagu ituGugusan megaIalah hiasan kencana Adakah suara cemaraMendesing menderu padamuAdakah lautan ladang jagungMengombakkan suara itu Puisi 33 Kopi Menyiram HutanTaufik Ismail 1988 Tiga juta hektarHalaman surat kabarTelah dirayapi apiTerbit pagi ini Panjang empat jariDua kolom tegaklurusDibongkar dari pik-apSubuh dari percetakan Ditumpuk atas jalanDibereskan agen koranSebelum matahari dimunculkanDilempar ke pekarangan Dipungut oleh pelayanDitaruh di meja makanDitengok secara sambilanDasi tengah diluruskan Rambut isteri penataanEmpat anak bersliweranPagi penuh kesibukanSelai di tangan Roti dalam pangganganKetika tangan bersilanganKopi tumpah di bacaanMenyiram tiga juta hektar koran Dua kolom kepanjanganApi padam menutup hutanKoran basah dilipat empatKeranjang plastik anyaman Tempat dia dibuangkanTepat pagi ituJam setengah delapan. Itulah tadi 30+ kumpulan puisi karya Taufik Ismail lengkap dan terbaik yang bisa Anda jadikan motivasi diri dan untuk melengkapi tugas sekolah. Selain itu kumpulan puisi di atas dapat Anda gunakan untuk status media sosial seperti Twitter, Instagram, Facebook, Whatsapp atau media sosial lainnya. Mungkin itu dulu artikel kali ini, jika Anda mempunyai pertanyaan, saran, atau masukkan, silahkan tulis di kolom komentar ya. Semoga bermanfaat.
Sastrawan Indonesia, Taufiq Ismail. Foto Instagram/ Jakarta - Taufiq Ismail merupakan seorang sastrawan senior asal Indonesia yang bergelar Datuk Panji Alam Khalifatullah. Ia lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat dan dibesarkan di Pekalongan dalam keluarga guru dan kecil, Taufiq memang sudah suka membaca dan bercita-cita menjadi sastrawan ketika duduk di bangku SMA. Sajak pertamanya berhasil dimuat di majalah Mimbar Indonesia dan Ismail sudah banyak mendapat penghargaan dari karya sastranya, salah satu karya Taufiq yang paling terkenal ialah puisi berjudul Malu Aku Jadi Orang kini, pria kelahiran 1935 ini telah menghasilkan puluhan puisi, sajak, dan beberapa karya terjemahan. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, seperti Arab, Inggris, Jerman, Perancis, dan peristiwa bersejarah yang terjadi di Indonesia, Taufiq selalu tampil membacakan puisinya. Tak hanya mahir dibidang sastra, ia pun pandai menciptakan lagu. Pada tahun 1974 dirinya menjalin kerjasama dibidang musik bersama Bimbo, Chrisye, Ucok Harahap, dan Ian Tagar rangkumkan kumpulan puisi penuh makna karya Taufiq IsmailSastrawan Indonesia, Taufiq Ismail. Foto WikipediaMalam SabtuBerjagalah terusSegala kemungkinan bisa terjadiMalam iniMaukah kita dikutuk anak-cucuMenjelang akhir abad iniKarena kita kini berserah diri?Tidak. Tidak bisaTujuh korban telah jatuh. DibunuhAda pula mayat adik-adik kita yang dicuriDipaksa untuk tidak dimakamkan semestinyaApakah kita hanya akan bernafas panjang dan seperti biasa sabar mengurut dada?Tidak. Tidak bisaDengarkan. Dengarkanlah di luar ituSuara doa berjuta-jutaRakyat yang resah dan menantiMereka telah menanti lama sekaliMenderita dalam nyeriMereka sedang berdoa mala miniDengar. Dengarlah hati-hatiDengan Puisi, AkuDengan puisi aku bernyanyiSampai senja umurku nantiDengan puisi aku berceritaBerbatas cakrawalaDengan puisi aku mengenangKeabadian yang akan datangDengan puisi aku menangisJarum waktu bila kejam mengirisDengan puisi aku mengutukNafas zaman yang busukDengan puisi aku berdoaPerkenankanlah kiranyaKita Adalah Pemilik Sah Republik IniTidak ada pilihan lainKita harusBerjalan terusKarena berhenti atau mundurBerarti hancurApakah akan kita jual keyakinan kitaDalam pengabdian tanpa hargaAkan maukan kita duduk satu mejaDengan para pembunuh tahun yang laluDalam setiap kalmiat yang berakhiran“Duli Tuanku?”Tidak ada pilihan lainKita harusBerjalan terusKita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalanMengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuhKita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsaraDipukul banjir, gunung api, kutuk dan hamaDan bertanya-tanya inikah yang namanya merdekaKita yang tidak punya kepentingan dengan seribu sloganDan seribu pengeras suara yang hampa suaraTidak ada lagi pilihan lainKita harusBerjalan terusBentengSesudah siang panas yang meletihkanSehabis tembak-tembakan yang tak bisa kita balasDan kita kembali ke kampus ini berlindungBersandar dan berbaring, ada yang merenungDi lantai bungkus nasi bertebaranDari para dermawan tidak dikenalKulit duku dan pecahan kulit rambutanLewatlah di samping Kontingen BandungAda yang berjaket Bogor. Mereka dari mana-manaSemuanya kumal, semuanya tak bicaraTapi kita tidak akan terpatahkanOleh seribu senjata dan seribu tiranTak sempat lagi kita pikirkanKeperluan-keperluan kecil seharianStudi, kamar-tumpangan dan percintaanKita tak tahu apa yang akan terjadi sebentar malamKita mesti siap saban waktu, siap saban jamDari Catatan Seorang DemonstranInilah peperanganTanpa jenderal, tanpa senapanPada hari-hari yang mendungBahkan tanpa harapanDi sinilah keberanian diujiKebenaran dicoba dihancurkanPada hari-hari berkabungDi depan menghadang ribuan lawanTakut 66, Takut 98Mahasiswa takut pada dosenDosen takut pada dekanDekan takut pada rektorRektor takut pada menteriMenteri takut pada presidenPresiden takut pada mahasiswaTakut "66, takut "98. []
– Nama “Taufiq Ismail” sering kali mengisi di buku pelajaran sekolah, khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Ini tak mengejutkan, mengingat beliau adalah salah satu penyair legendaris di republik Indonesia. Puisi-puisi Taufiq Ismail kebanyakan berisi tentang kritikan terhadap era orde baru, namun beliau juga menulis puisi tentang agama dan kecintaan terhada alam bumi pertiwi. Biodata Taufiq Ismail Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatra Barat, Indonesia. Taufiq Ismail lahir dari pasangan suami istri A. Gaffar Ismail Ayah dan Siti Nur Muhammad Nur Ibu. Taufiq Ismail sekolah SD di Kota SOlo, Semarang, dan Yogyakarta. Lalu Sekolah SMP di Bukit Tinggi, sumatra Barat. Kemudian sekolah SMA di Pekalongan, Jawa Tengah. Terakhir Beliau melanjutkan kuliah di FKHP-UI Bogor Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Indonesia pada tahun 1963. Taufiq Ismail tumbuh besar dalam ruang lingkup keluarga guru dan wartawan yang pada umumuny suka membaca. Sebenarnya Taufiq Ismail memiliki cita-cita untuk menjadi sastrawan semenjak Dirinya berada di sekolah SMA. Sebagai Sastrawan, Taufiq Ismail sering tampil membaca puisi di muka umum. Bukan hanya di dalam negeri, Taufiq Ismail juha membaca puisi di berbagai event sastra dan festival sastra di luar negeri, yang meliputi 24 Kota di Asia, Australia, Eropa, Mareka, bahkan Afrika. Menurut Taufiq Ismail, Puisi akan mendapatkan tubuh/badan yang LENGKAP jika setelah ditulis, lalu dibaca di depan banyak orang. Penghargaan Yang Diperoleh Taufiq Ismail Mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah 1970, Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia 1977, South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand 1994, Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa 1994. Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat 1971-1972 dan 1991-1992, lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur 1993. Tahun 2003, Taufiq Ismail mendapat penghargaan doktor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta. Pada tahun 2016, Taufiq Ismail pernah menghebohkan seluruh Indonesia karena kontoversi yang dilakukannya, dengan menyebut bahwa lagu nasional kebangsaan Indonesia yang berjudul “Bagimu negeri” ciptaan Kusbini, dinilai SESAT oleh Taufiq Ismail. Berikut Puisi Taufiq Ismail terbaik menurut Erwin Pratama. 1. Puisi Dengan Puisi Aku Karya Taufik Ismail 1966 DENGAN PUISI AKU – Dengan puisi aku bernyanyi Sampai senja umurku nanti Dengan puisi aku bercerita Berbaur cakrawala – Dengan puisi aku mengenang Keabadian Yang Akan Datang Dengan puisi aku menangis Jarum waktu bila kejam mengiris – Dengan puisi aku mengutuk Napas jaman yang busuk Dengan puisi aku berdoa Perkenankanlah kiranya Arti Dengan Puisi Karya Taufiq Ismail Sebagai seorang penyair, Taufiq Ismail mencurahkan seluruh hidupnya untuk puisi. Puisi ini bertema tentang keburukan jaman atau bisa juga tentang negeri yang membusuk. Lewat puisi, sekiranya Taufiq Ismail berdoa agar zaman yang buruk ini berubah menjadi lebih baik. 2. Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini Karya Taufiq Ismail 1966 KITA ADALAH PEMILIK SAH REPUBLIK INI – Tidak ada pilihan lain. Kita harus berjalan terus Karena berhenti atau mundur Berarti hancur Apakah akan kita jual keyakinan kita Dalam pengabdian tanpa harga Akan maukah kita duduk satu meja Dengan para pembunuh tahun yang lalu Dalam setiap kalimat yang berakhiran “Duli Tuanku?” Tidak ada lagi pilihan lain – Kita harus berjalan terus Kita adalah manusia bermata sayu, Yang di tepi jalan Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh – Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan Dan seribu pengeras suara yang hampa suara Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus Berjalan terus. Arti Puisi Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini Karya Taufiq Ismail Puisi ini dibuat di tahun 1966, yang merukan tahun pertama zaman orde baru. Tidak ada pilihan lain, negara ini harus tetap maju. Menengok kebelang, bangsa ini pernah dijajah oleh negara lain. Tentuk Kita tidak ingin bangsa Indonesia ini dijajah kembali oleh negara lain. Kita rakyat indonesia telah merasakan penderitaan yang berkepanjangan. Apakah Indonesia benar-benar sudah merdeka? Para pemimpin mempunya kepentingan tersendiri. Dimana rakyat tidak bisa dengan bebas menyuarakan pendapatnya. Tapi tak ada pilihan lain, negara ini harus tetap maju. 3. Doa Karya Taufiq Ismail 1966 DOA – Tuhan kami, Telah nista kami dalam dosa bersama, Bertahun membangun kultus ini, Dalam pikiran yang ganda… – Dan menutupi hati nurani, Ampunilah kami, Ampunilah, Amin… – Tuhan kami, Telah terlalu mudah kami, Menggunakan asmaMu, Bertahun di negeri ini, Semoga… – Kau rela menerima kembali, Kami dalam barisanMu, Ampunilah kami, Ampunilah, Amin… Arti Puisi Doa Karya Taufiq Ismail Memohon ampunan kepada Tuhan karena telah melakukan banyak dosa. Atau bisa juga memiliki arti lain, seperti Telah berdosa Kami karena menjalankan perintah agama dengan pikiran ganda atau dengan maksud lain. Menggunakan Nama Tuhan sebagai aksi berpolitik dalam negeri. Menjual agama dengan politik. 66, Takut 98 Karya Taufiq Ismail 1998 TAKUT 66, TAKUT 98 – Mahasiswa takut pada dosen, Dosen takut pada dekan, Dekan takut pada rektor, Rektor takut pada menteri, Menteri takut pada presiden, Presiden takut pada mahasiswa, takut “66, takut “98… Arti Puisi Takut 66, Takut 8 Karya Taufiq Ismail Puisi ini dirilis pada tahun 1998, dimana terjadi demo besar di Indonesia pada tahun tersebut. Puisi ini menggambarkan bahwa bawahan yang takut pada atasan. Pangkat/jabatan rendah pasti akan kalah dengan pangkat/jabatan yan lebih tinggi. Namun di puisi ini digambar kan bahwa Presiden Soeharto takut kepada Mahasiswa yang melakukan demo. Angka 66 adalah tahun 1966, dimana orde baru dimulai, yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. lalu 98 adalah tahun 1998, dimana orde baru berakhir, saat Presiden Soeharto lengser dari jabatannya sebagai presiden. 5. Dari Catatan Seorang Demonstran Karya Taufiq Ismail 1993 DARI CATATAN SEORANG DEMONSTRAN – Inilah peperangan, Tanpa jenderal, tanpa senapan, Pada hari-hari yang mendung, Bahkan tanpa harapan… – Di sinilah keberanian diuji, Kebenaran dicoba dihancurkan, Pada hari-hari berkabung, Di depan menghadang ribuan lawan… Arti Puisi Dari Catatan Seorang Demonstran Karya Taufiq Ismail Perang ini tidak melibatkan jenderal dan tidak melibatkan senjata. Ini adalah perang demonstran melawan penguasa rezim diktator. Hari yang suram, dan tanpa harapan, di hati rakyat dan di hati para demonstran. Keberanian para demonstran diuji untuk melawan rezim. Karena kebenaran telah dihancurkan oleh penguasa dzalim. Para demonstran siap mengorbankan nyawa. Didepan sudah terlihat banyak sekali lawan pasukan keamanan yang menghadang aspirasi demonstran. Puisi ini dibuat pada tahun 1993, tahun dimana Pelantikan Soeharto dan Try Sutrisno sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. 6. Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa Karya Taudiq Ismail 1965 NASEHAT_NASEHAT KECIL ORANG TUA PADA ANAKNYA BERANGKAT DEWASA – Jika adalah yang harus kaulakukan, Ialah menyampaikan kebenaran, – Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan, Ialah yang bernama keyakinan… – Jika adalah yang harus kau tumbangkan, Ialah segala pohon-pohon kezaliman, – Jika adalah orang yang harus kau agungkan, Ialah hanya Rasul Tuhan… – Jika adalah kesempatan memilih mati, Ialah syahid di jalan Ilahi… Arti Puisi Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa Karya Taudiq Ismail Puisi ini secara umum mengisahkan nasehat-nasehat yang berguna dari Orang tua kepada anaknya yang beranjak dewasa. Jika ada yang harus dilakukan, adalah menyampaikan kebenaran. Jika ada yang tidak bisa dijual belikan, itu adalah keyakinan agama dan prinsip hidup. Jika ada yang harus dihancurkan, adalah segala perbuatan kezaliman perbuatan keburukan. Jika ada yang harus Kau agungkan/besarkan/tinggikan, adalah Nabi Tuhan Nabi Muhammad SAW. Jika meninggal, meninggal-lah dengan mati syahid atau meninggal dengan kebaikan, agar kelak masuk surga. 7. Sajadah Panjang Karya Taufiq Ismail SAJADAH PANJANG – Ada sajadah panjang terbentang Dari kaki buaian Sampai ke tepi kuburan hamba Kuburan hamba bila mati – Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan sujud Di atas sajadah yang panjang ini Diselingi sekedar interupsi – Mencari rezeki, mencari ilmu Mengukur jalanan seharian Begitu terdengar suara azan Kembali tersungkur hamba – Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan rukuk Hamba sujud dan tak lepas kening hamba Mengingat Dikau Sepenuhnya. Arti Puisi Sajadah Panjang Karya Taufiq Ismail Sajadah adalah kain yang digunakan sebagai alas dalam Sholat. Sajadah mencerminkan tentang sholat. Ibadah Solat harus dikerjakan dari sejak lahir sampai meninggal. Dalam sajadah ini, hamba tunduk dan sujud sholat, meskipun ada interupsi gangguan pikiran duniawi. Mencari rezeki atau mencari ilmu, namun ketika terdengar suara adzan, Hamba kembali Sholat. Dalam sajadah yang terbentang ini, Hamba beridah sholat, rukuk dan sujud, mengingat Allah SWT sepenuhnya. 8. Kembalikan Indonesia Padaku Karya Taufiq Ismail 1971 KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU – Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian, Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam dengan bolayang bentuknya seperti telur angsa, Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena seratus juta penduduknya, – Kembalikan Indonesia padaku – Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat, Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya, Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat, sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian, Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan, – Kembalikan Indonesia padaku – Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa, Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena seratus juta penduduknya, Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian, Kembalikan Indonesia padaku Arti Puisi Kembalikan Indonesia Padaku Karya Taufiq Ismail Masa depan Indonesia adalah 200 juta penduduk Indonesia yang kelaparan. Masa depan Indonesia sepertinya akan kekurangan energi, banyak listrik mati-hidup bergantian. Masa depan indonesia seperti pertandingan bola pimpong, yang tidak bisa diprediksi arahnya kemana. Masa depan Indonesia adalah pulu jawa yang Terjatuh akibat populasi 100 juta penduduknya 200 juta populasi Indonesia, setengahnya berada di pulau jawa. Masa depan Indonesia adalah semakin banyak penguasa yang membuat carut marut Indonesia dari siang hingga malam. Masa depan Indonesia adalah dikuasai oleh Orang luar negeri. Yang membuat pulau jawa pusat Indonesia mengalami keterpurukan. kembalikan Indonesia Padaku. 9. Bagaimana Kalau Karya Taufiq Ismail 1966 BAGAIMANA KALAU – Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam, tapi buah alpukat, Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat, Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah, dan kepada Koes Plus kita beri mandat, Bagaimana kalau ibukota Amerika Hanoi, dan ibukota Indonesia Monaco, Bagaimana kalau malam nanti jam sebelas, salju turun di Gunung Sahari, Bagaimana kalau bisa dibuktikan bahwa Ali Murtopo, Ali Sadikin dan Ali Wardhana ternyata pengarang-pengarang lagu pop, Bagaimana kalau hutang-hutang Indonesia dibayar dengan pementasan Rendra, Bagaimana kalau segala yang kita angankan terjadi, dan segala yang terjadi pernah kita rancangkan, Bagaimana kalau akustik dunia jadi sedemikian sempurnanya sehingga di kamar tidur kau dengar deru bom Vietnam, gemersik sejuta kaki pengungsi, gemuruh banjir dan gempa bumi sera suara-suara percintaan anak muda, juga bunyi industri presisi dan margasatwa Afrika, Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecil mempertimbangkan protes itu, Bagaimana kalau kesenian dihentikan saja sampai di sini dan kita pelihara ternak sebagai pengganti Bagaimana kalau sampai waktunya kita tidak perlu bertanya bagaimana lagi. Arti Puisi Bagaima Kalau karya Taufiq ismail Secara garis besar puisi ini bermakna, bagaimana jika sesuatu terjadi tidak semestinya atau bagaimana jika sesuatu terjadi kebalikannya. Puisi ini terbit pada tahun 1966, dimana pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh presiden Soeharto dimulai. Poin penting dalam puisi ini adalah Bagaimana jika keadaan dibalik, “Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecil mempertimbangkan protes itu,”. Sedangkan Kita tahu, pada zaman orde baru, rakyat tidak diizinkan protes kepada pemerintahan. Bagaimana kalau waktunya tiba, rakyat tidak diizinkan bertanya, tidak diizinkan bersuara, kepada pemerintahan saat itu? 10. Puisi Tentang Sersan Nurcholis Karya Taufiq Ismail TENTANG SERSAN NURCHOLIS – Seorang Sersan Kakinya hilang Sepuluh tahun yang lalu – Setiap siang Terdengan siulnya Di bengkel arloji – Sekali datang Teman-temannya Sudah orang resmi – Dengan senyum ditolaknya Kartu anggota Bekas pejuang – Sersan Nurcholis Kakinya hilang Di jaman Revolusi – Setiap siang Terdengan siulnya Di bengkel aroloji Arti Puisi Tentang Sersan Nurcholis Karya Taufiq Ismail Puisi ini menceritkan tentang mantan seorang pejuang berpangkat sersan bernama Nurholis. Sersan Nurcholis kehilangan kakinya saat Dirinya berperang di masa lalu. Kini Sersan nurcholis bekerja di bengkel arloji. Suatu hari temannya datang, mereka sudah diangkat sebagai pejuang yang resmi, Mereka menawarkan Nurcholos untuk jadi seperti Mereka, Namun Nurcholis menolaknya. Karena Nurcholis berjuang dengan rela dan ikhlas untuk negeri ini.
puisi guru karya taufik ismail